🌲🏕️🌲

sejenak berpaling dari lelahnya hari

bonfire
Api unggun oleh Westen Fry.

Di depan api unggun yang berkerlip pelan, ia duduk dengan tubuh sedikit membungkuk, seolah kelelahan memikul beratnya beban yang ia bawa sepanjang hari hingga akhirnya menemukan tempat berhenti. Nyala api menari lembut di matanya—kadang jingga, kadang merah menyala, seperti warna aneka kenangan bersama orang yang dikasihinya.

Angin malam menyentuh pipinya dengan dingin dan manis, membuat semua terasa lebih hening, lebih jujur. Di antara suara kayu yang sesekali pecah, ia merasakan sesuatu yang lama tak ia rasakan: ketenangan yang membuat dada sedikit hangat, tapi juga sedikit sakit.

Ia menatap bara api yang perlahan membiru di pinggirnya, sembari membiarkan pikirannya berjalan tanpa arah. Ada nama-nama yang ia sebut dalam hati. Ada cerita yang tak sempat ia selesaikan. Ada luka yang ia kira sudah pulih sempurna, memantau diam dari sudut-sudut hatinya, mengintip seiring dengan malam yang menjadi makin sunyi.

Ada apa gerangan dengan api itu... entah mengapa ia selalu memberinya ruang.
Ruang untuk diam.
Ruang untuk bernapas.
Ruang untuk mengakui bahwa ia lelah.

Ia menarik napas panjang—perlahan, menyambut aroma kayu terbakar yang mengisi rongga dadanya. Mengingatkan rasa akan tempat bernaung yang ia tinggalkan, kumpulan orang-orang terkasih yang ia rindukan.

Di bawah langit malam, ia pejamkan mata. Tidak untuk tidur—belum. Hanya untuk merasakan kehangatan kecil yang masih ingin tinggal bersamanya.

Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama berlelah, ia merasa tidak sendirian. Dengan cahaya yang lembut dan setia, api berbisik perlahan: tidak apa-apa untuk berhenti sebentar. Tidak apa-apa untuk diam. Tidak apa-apa untuk mengakui segala rapuh yang ia coba sembunyikan.

Seiring dengan tubuhnya yang sedari tadi berteriak kelelahan, terbesit olehnya untuk mulai beristirahat, mempersilahkan badannya untuk berpaling sejenak dari dunia.

🏕️ Masuk ke tenda yang hangat

Bersamaan dengan keinginan tersebut, bagian lain di dalam kepalanya ikut berbisik: barangkali mensyukuri nikmatnya api malam tidaklah terlalu buruk baginya.

camping

Di depan api kecil yang menghangatkan malam, ia belajar kembali bahwa kesedihan pun bisa terasa indah.

Tuhan, izinkan aku berisitrahat ...